18 Agustus
2013 pukul 00.00
Dalam dingin yang membekukan di Kalimati, kami
semua satu Tim telah terjaga. Semua sudah bersiap menempuh sebuah perjuangan
maha dahsyat, bukan hanya perjalan fisik, tapi juga sebuah perjalanan hati. Kami
akan melakukkan summit attack ke satu tempat tertinggi di pulau
ini. Semua persiapan sudah harus terpasang; headlamp, masker, kacamata, jaket
tebal, sarung tangan, kupluk, dan air minum yang cukup.
Masih ada satu tempat lagi yang harus dilalui
sebelum kami menuju puncak abadi para dewa, tempat itu bernama Arcopodo.
Sedikit di atas tempat ini adalah batasan vegetasi, hutan cemara berganti
dengan gunungan pasir hingga ke puncak, Mahameru.
Dalam satu lingkaran kami semua mulai berdoa, Aku
pun sejenak menundukkan kepala, dipeluk dinginnya malam hatiku memanjatkan doa
pada Sang Pemilik Nyawaku ini.
Yaa Allah Yang Maha Kuasa atas segala
sesuatu
malam ini aku akan melangkah menuju satu titik tertinggi
satu titik yang tak semua orang dapat berdiri di atasnya
satu titik yang tak akan mudah di gapai tanpa peran dari Mu
Yaa Allah Yang Maha besar
Malam ini bisa jadi malam terakhirku melihat bintang
Malam ini bisa jadi malam terakhirku
menghirup udara bebas
Malam ini bisa jadi malam terakhirku bersua
dengan alam
Maka,
Mudahkan langkahku mewujudkan mimpiku ini
Ringankan kakiku untuk melangkah menjemput
puncaknya
Lancarkan aku dan semua kawan2 ku di
perjalanan ini
Dan setelah malam ini
Aku
akan ikhlas menerima apapun takdir yang akan menjemputku
Dengan
“Bismillahirohmanirrohim”
Aku melangkah…….
Langkah kaki mulai kami ayun meningglkan tenda kami
dalam kebekuan di Kalimati. Kami semua berjalan dalam barisan menuju satu
tempat; Arcopodo. Kami tak sendirian, bersama ratusan pendaki lain kami
berjalan beriringan. Mataku tak dapat lepas memandang Mahameru, ratusan orang
tengah berusaha mencapai puncaknya malam itu.
Seperti kunang-kunang yang
bergerak dalam barisan, lampu-lampu senter mereka membentuk garis cahaya
sepanjang jalur menuju puncak Mahameru. Sungguh luar biasa indah dan
menggetarkan jiwa.
Satu jam pertama kami lewati dengan penuh semangat,
menembus lebatnya belantara dengan jalur yang terus menanjak, sesekali kami
harus pun rehat untuk mengumpulkan tenaga. Ramainya pendaki malam itu membuat
kami tidak sendirian. Lalu lintas menuju Arcopodo didominasi pendaki yang
berharap mencapi Mahameru pagi itu.
Dua jam sudah kami berjalan, ketinggian
kian bertambah dan alam pun mulai tak cocok lagi dengan tubuh kami. Nafas mulai
tersengal, dengan oksigen yang makin sedikit, kami terus melangkah. Perlahan
persedian air kami mulai menipis. Kami hanya membawa 4 botol teh manis dalam
kemasan mineral 600 ml. dalam hatiku mulai gundah “ini tak akan cukup sampai puncak”
Sayup-sayup terdengar suara dari atas kami
“Arcopodo, arcopodo”, dalam hati pun lega terasa, berarti tinggal satu langkah
lagi menuju puncak Mahameru. Tepat pukul 03.00 kami tiba di Arcopodo. Dahulu di
kanan kiri jalur ini penuh dengan prasasti “in
memoriam” mengenang para sahabat yang meninggal atau hilang di Mahameru,
tapi kini sudah tak banyak terlihat karena sebagian besar telah diturunkan.
Biarkan Mahameru tetap dalam pelukan alam, dan kenangan akan sahabat-sahabat
kami yang mati dan hilang akan kami simpan di dalam hati.
|
in memoriam |