KISAH RASULULLAH ﷺ
Bagian 50
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ مُحَمد
Kenangan akan Khadijah
Kenangan akan Khadijah tetap hidup di hati Rasulullah sampai beliau wafat. Rasulullah ingat pernikahan mereka yang penuh berkah. Itulah satu-satunya pernikahan di dunia ini yang dipenuhi berkah surga dan dunia sekaligus.
Saat pernikahan itu, Khadijah mengadakan jamuan buat semua orang, mulai dari yang paling kaya sampai yang paling miskin. Bangsa Arab yang saat itu hanya mengenal air putih, dalam walimah pernikahan Rasulullah dan Khadijah, disuguhi minuman segar sari buah dan sirup mawar.
Selama beberapa hari, semua orang, baik tua maupun muda, makan di rumah Khadijah. Kepada orang-orang miskin, Khadijah memberikan beberapa keping uang emas dan perak serta pakaian. Kepada para janda, Khadijah menyumbangkan kebutuhan hidup yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya.
Rasulullah juga terkenang saat setelah menikah, Khadijah tidak lagi tertarik pada perdagangan serta kesuksesan yang diraihnya. Pernikahan telah mengganti perhatian Khadijah. Beliau telah mendapatkan Muhammad Al Musthafa sebagai hartanya yang paling berharga di dunia ini. Begitu Khadijah menjadi istri Rasulullah semua perak, emas, dan berlian kehilangan harga di matanya. Rasullullah menjadi satu-satunya yang Khadijah sayangi, perhatikan, dan cintai. Beliau mengabdikan diri sepenuhnya pada kehidupan Rasulullah.
Saat-saat didampingi Khadijah boleh dikatakan merupakan sat-saat yang sangat membahagiakan Rasulullah. Dari rahim Khadijah-lah lahir dua orang putra dan empat orang putri Rasulullah, termasuk puteri terkecil mereka Fatimah Az Zahra, yang menjadi cahaya mata ayahnya.
Tidak ada laki-laki lain yang cocok mendampingi Khadijah selain Rasulullah. Begitu serasinya mereka sampai ada ahli sejarah yang menduga bahwa seandainya Khadijah tidak bertemu Rasulullah dalam hidupnya, kemungkinan besar Khadijah tidak akan menikah sampai akhir hidupnya, karena bukanlah kekayaan, ketampanan, dan keturunan yang menarik hati Khadijah, melainkan keluhuran budi yang mampu meluluhkan hatinya. Itulah yang ada dalam diri Rasulullah.
Rumah di Surga
Dalam Shahih Al Bukhari, Abu Hurairah berkata, Jibril mendatangi rumah Rasulullah seraya berkata, "Wahai Rasulullah, inilah yang datang Khadijah sambil membawa bejana yang di dalamnya ada lauk atau makanan atau minuman. Jika ia datang, sampaikan salam padanya dari Rabb-nya dan sampaikan kabar kepadanya tentang sebuah rumah di Surga yang di dalamnya tidak ada hiruk-pikuk dan keletihan."
Khadijah Wanita Sempurna
Sebelum kedatangan Islam, Khadijah dijuluki Ratu Mekah. Namun, ketika cahaya Islam terbit, Allah memberi beliau kedudukan sebagai ibu kaum beriman (ummulmukminin). Saat itu, sebagian kaum Muslimin adalah orang-orang miskin. Mereka tidak bisa mencari nafkah, karena orang-orang kafirlah yang menguasai perdagangan. Orang-orang itu tidak memberikan kesempatan bagi kaum Muslimin untuk bekerja. Pada saat itu, kaum Muslimin bisa terhindar dari kelaparan berkat bantuan Khadijah.
Khadijah juga memberi mereka tempat tinggal. Khadijah menggunakan begitu banyak uangnya untuk orang-orang Muslim di Mekah yang miskin akibat boikot orang-orang musyrik. Pertolongan Khadijah telah mematahkan tujuan orang-orang musyrik untuk menarik para pengikut Rasulullah yang miskin pada kekafiran lagi.
Khadijah tidak pernah menyisakan sampai uang terakhir yang dimilikinya demi kesejahteraan para pemeluk Islam. Cinta Khadijah kepada mereka tidak berbeda dengan cinta ibu kepada anaknya. Kalian tahu, seorang ibu rela mengorbankan nyawanya sendiri demi keselamatan anak-anaknya. Seorang ibu bisa merasakan lapar, namun jika anak-anaknya kelaparan, ia akan mengutamakan anak-anaknya lebih dulu. Ia akan memberikan jatah makannya untuk anak-anaknya dan rela menahan lapar. Bahkan jika anak-anaknya merasa kenyang dan senang, itu sudah cukup membuat seorang ibu juga merasa senang dan kenyang sehingga ia lupa rasa lapar yang dideritanya sendiri. Cinta seorang ibu tidak mengenal syarat. Cinta seorang ibu penuh perlindungan dan penuh kasih.
Dengan keluhuran budi istrinya yang begitu agung sangat wajar jika Rasulullah merasa amat berduka ketika Khadijah wafat.
Rasulullah Amat Mencintai Khadijah
Begitu besarnya cinta Rasulullah kepada Khadijah sampai beliau bersabda, "Demi Allah! Allah tidak menggantikan Khadijah dengan seorang yang lebih baik. Ia telah beriman kepadaku pada saat orang-orang mengingkari risalahku. Ia percaya kepadaku pada saat orang-orang nendustaiku. Ia telah mengorbankan hartanya padahal orang lain tidak mau melakukannya, dan Allah telah melimpahkan karunia bagiku anak-anak melalui Khadijah.
Setelah Abu Thalib Tiada
Ketika ibunya wafat, Fatimah Az Zahra baru berusia tiga tahun. Anak perempuan yang matanya masih basah karena baru kehilangan ibunya itu kini melihat ayahnya dihina orang sejadi-jadinya. Para tetangga mereka seperti Hakam bin Ash, Uqbah bin Abu Muith, Adi bin Hamra, dan Abu Lahab sangat sering melempar batu ketika ayahnya sedang shalat. Bahkan tidak cuma batu, tetapi juga jeroan kambing. Jeroan kambing itu pernah mereka melemparkan ke dalam panci masakan Rasulullah yang siap disajikan.
Kejadian paling ringan yang pernah menimpa Rasulullah adalah ketika seorang Quraisy pandir mencegatnya di jalan dan secara tiba-tiba menyiramkan tanah ke atas kepala beliau. Rasulullah tidak membalas hinaan itu. Beliau pulang ke rumah dengan kepala yang penuh tanah.
Di rumah, Fatimah membersihkan kepala ayahnya sambil menangis.
Tidak ada yang lebih pilu rasanya hati seorang ayah dibanding mendengar tangis anaknya. Apalagi yang menangis ini adalah anak perempuan yang baru saja ditinggal mati ibunya. Hampir kaku rasanya Rasulullah karena begitu pilu, bahkan beliau hampir saja ikut menangis.
Muhammad adalah ayah yang bijaksana dan penuh kasih sayang pada putri-putrinya. Tak ada lagi yang beliau lakukan menghadapi tangis pilu putrinya selain memohon pertolongan kepada Allah dengan keimanan sepenuh hati.
"Jangan menangis, putriku," begitu yang Rasulullah bisikkan kepada Fatimah sambil menghapus air matanya,
"sesungguhnya Allah akan melindungi ayahmu."
Rasulullah kemudian berkata,
"Sebelum wafat Abu Thalib, orang-orang Quraisy itu tidak seberapa menggangguku."
Apa yang kemudian beliau lakukan untuk melepaskan diri dari tekanan Quraisy yang semakin menjadi-jadi?
Bersambung
No comments:
Post a Comment
Alangkah lebih bijaksana untuk menyambung silaturahim dipersilahkan meninggalkan jejak berupa komentar,,,terimakasih..^_^