Thursday, 28 November 2013

Menyusuri Eksotisme Kampung Batik Laweyan

Solo
alias Surakarta Hadininngrat..

Siapa yang tak kenal dengan kota ini..
Kota yang sangat terkenal dengan budayanya, kota yang begitu eksotis dengan keramah-tamahan penduduknya, dan kota yang sangat epik dengan sejarahnya..

dan disini lah tempat dimana aku dibesarkan..

Setelah sekian lama nggak pulang ke kota Solo, tiba-tiba aku terbersit keinginan untuk keliling kota Solo dengan sepeda. Sebenernya cita-citaku keliling Solo dengan sepeda sudah lama direncanakkan hanya saja baru terlakasana saat ini.

Dan destinasiku kali ini adalah


Kampoeng Batik Laweyan..
Selamat datang di Laweyan - photo by Rizki Pradana
Kenapa tempat ini aku pilih sebagai pemberhentian pertama, karena daerah inilah yang paling dekat dengan rumah, serta jika berwisata disebuah kampung yang begitu epik, pastilah akan menjadi sebuah perjalanan yang anti mainstream.

Pukul 06.30 mulai kukayuh sepedaku, dari daerah kartasura kearah selatan kemudian berbelok ke arah timur menuju kampung batik laweyan..

Kurang lebih 20-30 menit nge-gowes sepeda, sambil membawa kamera di pundak. Aku pun siap untuk hunting view dan wisata blusukkan di kampung batik Laweyan..

Aktivitas di pagi hari - photo by Rizki Pradana
Begitu tiba di kampung batik ini, suasana damai dan asri nampak langsung menyambutku. berteman udara sejuk di pagi hari, terlihat disana-sini warga yang memulai aktifitasnya untuk mencari rejeki. Mulai dari ibu-ibu yang bersiap ke pasar, seorang ibu yang mengantar anaknya sekolah, hingga para penjual batik yang mulai membuka tokonya.


Aku pun mulai menyusuri jalan-jalan kampung yang eksotis ini, dari sisi barat kemudian ke selatan, ke utara, ke timur, balik lagi ke selatan, pokoknya muter-muter cari spot dan momen yang bagus.

Menanti Penumpang - photo by Rizki Pradana
Menelusuri kembali lorong-lorong dan gang sempit di antara tembok-tembok besar di Laweyan membuat aku seakan terlempar ke masa lalu. Tembok-tembok tua dengan warna yang memudar itu konon menjadi saksi atas masa kejayaan batik Laweyan di masa lampau. Bangunan-bangunan kuno, rumah-rumah tua pengusaha batik pun masih dipertahankan keaslian bentuknya, meski sentuhan modernisasi sedikit banyak menggeser kesan etniknya.  

Lorong tua - photo by Rizki Pradana
Disamping Laweyan terkenal akan industri batiknya, mulai dari batik tulis hingga batik cap, kampung ini juga terkenal akan tokoh pergerakan nasional yang ikut berjuang dalam melawan para kompeni-kompeni belanda.

Siapa lagi kalau bukan K.H. Samanhudi melalui perkumpulan Serikat Dagang Islam-nya yang kemudan berubah menjadi Serikat Islam. Di tempat inilah pergerakan beliau memperjuangkan nasionalsime dimulai.

Di sudut Museum Samanhoedi - photo by Rizki Pradana
Perjalananku pun terus berlanjut, nyaris setiap sudut kampung batik Lawayan tak luput dari bidikan kameraku.

Namun tiba-tiba ada sebuah bangunan yang menarik perhatianku, tersebutlah sebuah langgar (mushola) yang dulunya bernama Langgar Merdeka (sekarang berubah menjadi Langgar Ichlas) yang berada di sudut gang masuk ke kampung batik laweyan..

Langgar “Merdeka” merupakan salah satu tempat ibadah umat Islam di Kampoeng Batik Laweyan yang sangat bersejarah dan masih difungsikan hingga kini. Bangunan ini sekaligus merupakan icon Kampoeng Batik Laweyan, serta sebagai penunjuk arah bagi semua orang yang akan menuju ke Kampoeng Batik Laweyan.

Langgar Ichlas - photo by Rizki Pradana
Sedikit belajar sejarah lagi yaaa...

Jika menilik kembali awal mulanya, bangunan Langgar ini merupakan wakaf dari Almarhum Bapak H. Imam Mashadi dan Almarhumah Ibu Hj. Aminah Imam Mashadi. Bangunan asli langgar ini sudah ada sejak 1877, tapi perombakkan bangunan Langgar “Merdeka” ini dimulai tahun 1942 dan selesai pada tahun 1946 yang kemudian diresmikan oleh Mentri Sosial pertama yaitu Almarhum Bapak Mulyadi Joyo Martono.

Siapa yang mengira jika bangunan Langgar ini sebelumnya adalah bangunan rumah milik orang Cina yang dipakai untuk berjualan Candu (Ganja). Tapi oleh Almarhun Bapak H. Imam Mashadi kemudian dibeli dan diwakafkan untuk dijadikan sebuah tempat ibadah di Kampung Batik Laweyan ini.

Menara - photo by Rizki Pradana
Nama Langgar “Merdeka” sendiri diambil dalam rangka memperingati kemerdekaan RI, namun pada saat Agresi Militer Belanda ke II tahun 1949 diganti namanya dengan Langgar “Al Ikhlas” karena katanya pada saat itu penggunaan kata “Merdeka” dilarang oleh pemerintah Belanda yang menduduki Surakarta.

Oke perjalanan dilanjutkan lagi menyususri jalan dan gang-gang sempit kampung batik ini..

Hampir di setiap sudut hampir kampung ini ditemui rumah produksi batik, mulai dari rumah sederhana hingga showroom-showroom besar yang menjual batik khas Solo.

 Showroom di Laweyan - photo by Rizki Pradana

Sebenarnya kawasan sentra industri batik ini sudah ada sejak zaman kerajaan Pajang tahun 1546.  Seni batik tradisional yang dulu lebih banyak didominasi oleh para juragan batik sebagai pemilik usaha batik, kini terus dilestarikan oleh masyarakat di kampung Laweyan ini sebagai sebuah warisan budaya yang sangat berharga.

Akhirnya sebagai langkah strategis untuk melestarikan seni batik ini, Kampung Laweyan pun didesain sebagai kampung batik terpadu, memanfaatkan lahan seluas kurang lebih 24 ha yang terdiri dari 3 blok.

Slogan yang unik - photo by Rizki Pradana
Setelah lelah berjalan, aku pun memutuskan untuk beristirahat disebuah pos kampling (shelter) yang cukup unik di persimpangan Kampung Batik ini. Desain pos kamling dan ornamen lampunya pun di buat begitu etnik dan eksotis, dipadu dengan sentuhan modern, semakin menunjukkan betapa eksotisnya kampung ini.

Selain dari keindahan batik yang dihasilkannya, serta keramah-tamahan penduduknya, ternyata Kampung Batik Laweyan pun menyimpan segudang sejarah yang sangat menarik untuk digali. Maka benar jika kita berwisata di suatu tempat yang memiliki nilai sejarah, akan lebih terasa jika kita mengetahui sejarahnya

thats so exotic - photo by Rizki Pradana
Suasana pagi yang syahdu pun masih terasa, segala aktifitas masyarakat masih menggeliat di tengah damainya kampung batik Laweyan..      

this is the best moment
"seorang ibu yang hendak pergi ke pasar dan meminta untuk diantar
oleh seorang tukang becak di salah satu persimpangan Kampung bati Laweyan
photo by Rizki Pradana
Dan setelah aku rasa cukup untuk beristirahat,dan tenaga sudah mulai terisi lagi, aku pun segera mengemas kameraku dan bersiap untuk kembali pulang karena matahari pun sudah mulai meninggi dan aku katakan wisata blusukkan kali ini begitu “Sempurna”.


7 comments:

  1. ooh..begitu ya sejarahnya.jadi inget pelajaran syarikat dagang islam waktu SD..hehehe
    insyaAlloh nanti mampir ah ke sini,,belum pernah ke solo soalnya ^^

    ReplyDelete
  2. enak juga, ya, punya waktu agak lama di Solo. Trus menyusuri kota solo seharian :)

    ReplyDelete
  3. segala aktifitas masyarakat masih menggeliat di tengah damainya kampung batik Laweyan..... :)

    ReplyDelete
  4. nuansa budaya yang masih kental dan sarat makna, terimakasih telah berbagi..

    ReplyDelete
  5. tok tok tok... yang punya rumah ada?
    Lama nggak maen kemari, ternyata udah lama nggak dijamah juga ya ki :p

    Semoga suatu hari bisa mampir ke sana (J >o<)J

    ReplyDelete
  6. betul kalau disana suka main becak-becakan terus tuh

    ReplyDelete
  7. sangat bagus sekali yaa itu bangunan nya membuat bernostalgia karna masih alami..

    ReplyDelete

Alangkah lebih bijaksana untuk menyambung silaturahim dipersilahkan meninggalkan jejak berupa komentar,,,terimakasih..^_^