Siang itu itu awan mendung masih
menggantung di atas langit Cibodas. Rintik hujan pun masih terus membasahi
pucuk-pucuk pinus di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Secangkir
kopi panas dan sepiring ubi cilembu menemaniku berbincang hangat di base camp pendakian Green Ranger, sebuah
kelompok pencinta alam yang bermarkas di kaki gunung Gede-Pangrango. Ya, siang
itu aku bersama Faisal, Adit, dan Marisa berencana melakukan pendakian ke
puncak Gede-Pangrango.
Markas Green Ranger sudah menjadi
rumah kedua bagiku. Kami selalu disambut dengan hangat di sana. Kebetulan siang
itu Bang Idhat, Founding Father nya
Green Ranger, sedang asik berbagi cerita. Beliau menceritakan tentang adiknya
yaitu Idhan Lubis dan Soe Hok Gie ketika melakukan pendakian terakhirnya di Gunung
Semeru.
Hujan nampaknya sudah tidak lagi
turun. Tapi kabut lembut perlahan turun dari arah puncak, memeluk lebatnya
hutan pinus di kawasan Cibodas. Sinar mentari sore pun seakan tak mampu
menembus lebalnya kabut. Aku dan ketiga kawanku memutuskan untuk segera sholat
ashar dan bergegas memulai pendakian, mumpung hujan sudah mulai reda.
Tepat pukul tiga sore kami
meninggalkan base camp Green Ranger
menuju Pos Pendakian untuk melapor. Surat ijin, barang bawaan, hingga
perbekalan, semua diperiksa. Setelah semua lengkap pendakian pun dimulai. Kabut
tipis pun perlahan naik kemabali, menyisakan pemandangan sore yang menawan.
Semburat jingga sang mentari sore mulai mewarnai daun-daun yang masih nampak
basah sisa hujan tadi siang.
“Riz, ntar kita break di Jembatan Kayu yah” kata Faisal sambil
menepuk pundakku dari belakang.
“Eh iya, terserah, ente atur aja deh, lagipula kita kan mau jalan
santai”, Jawabku sambil asik mendengarkan MP3 lewat headset, “Kasian juga tuh si Marisa, udah lama nggak muncak dia, hehehe”
“Enak aja, gini-gini diajakin balapan naik turun Pangrango juga masih
berani” Celetuk Marisa sambil menyikut bahuku.
Kami memang sudah terbiasa
mendaki bersama, apalagi ada Marisa yang selalu jadi penyemangat bagi pria-pria
kesepian seperti kami. Meski wajahnya cantik tapi jangan tanya kekuatannya.
Tiga bulan yang lalu dia baru saja menjuarai Wall Climbing Competition yang diadakan oleh Mapala UI.
Sore itu pendakian ke Gede-Pangrango
cukup ramai, mungkin para pendaki yang hendak naik di siang hari memutuskan
untuk menunggu hingga hujan reda seperti kami, sehingga sore itu cukup banyak
rombongan yang menuju Gede-Pangrango. Beberapa meter dari Telaga Biru aku pun
rehat sebentar di sebuah Pos untuk membenarkan posisi tas Keril dan tali sepatuku yang lepas.
“Yah belum apa-apa si Rizal udah KO”. Kata Adit sambil menepuk
Faisal dan Marisa “Cupu masa belum apa
sudah break” Adit masih terus mengejekku
“Udah kalian duluan aja, ntar ketemuan di jembatan kayu” Kataku
sambil menaruh tas dan mulai membenarkan posisi talinya “Tadi tas gue lupa di setting, sama nih tali sepatu lepas”
“Ahh pandai kali kau berkelit Lai” Kata Faisal dengan meniru gaya
orang Batak, kebetulan pacarnya memang orang Medan, dan sejak jadian Faisal
jadi ikut-ikutan logat Batak.
“Ya udah Riz, kita duluan yaa” Kata Marisa sambil tersenyum manis “Yuk Chal, Dit, tinggalin aja Rizal, gak
mungkin dia ilang, paling ntar dia juga di godain sama mbak-mabk kunti,hehe”
Mereka bertiga pun akhirnya
meninggalkanku sendirian di Pos Telaga Biru, dan memilih menunggu di Jembatan
Kayu Rawa Gayonggong. Saat aku masih asik membenarkan tali strep tas Keril-ku kulihat satu rombongan dari
bawah dan nampak hendak numpang singgah di Pos Telaga Biru.
“Maaf mas numpang istirahat ya” kata seorang perempuan berjilbab
biru sambil tersenyum manis padaku. Tak ada jawaban keluar dari mulutku, akau
hanya sekedar senyuman yang kuberikan.
“Masnya sendirian aja?” dia pun kembali bertanya.
“Eh, iya…” jawabku singkat, sesaat aku tersadar dari lamunanku,
betapa cantiknya perempuan ini “Enggak sendirian
sih mbak, kami rombongan berempat, yang tiga aku suruh duluan soalnya ini aku
masih benerin tali Keril sama tali sepatu, lah mbak-nya rombongan berapa orang?”
“Kami ber-sepuluh mas, yang enam udah naik duluan tadi siang, tapi kami
berempat pilih nunggu hujan reda” kata perempuan berjilbab biru, sambil
sekali lagi melempar senyum kepadaku “Oia. kita
lanjut duluan ya Mas”
Entah mengapa aku selalu
terpesona jika melihat seorang perempuan berjilbab naik gunung dengan tas Keril
di punggungnya, menunjukkan betapa kekuatan tidak hanya pada jiwa tapi juga
raganya. Justru itulah yang membuatnya nampak cantik di mataku.
Aku pun melanjutkan aktivitasku mengencangkan
tali sepatuku, dan rombongan itu pun meninggalkanku di Pos. Setelah aku selesai
dengan urusan tali temali aku pun bergegas menyusul ketiga kawanku yang
menunggu di Jembatan kayu. Kali ini langkahku ku ayun sedikit lebih cepat,
takut mereka bertiga menunggu terlalu lama.
“Buset dah ni anak baru nyampe” Kata Faisal saat aku tiba di
Jembatan kayu.
“Lama banget sih lu benerin tali doang, pasti digodain kunti ya, hehe” Marisa
pun ikut meledek “Sampe lumutan kita
disini nungguin lu doang Riz”
“Sorry deh Sorry, Ya udah kalau gitu kita langsung lanjut aja deh” Sahutku
agar kita juga masih ada waktu istirahat sebelum menuju puncak besok pagi.
***
“Semua sudah siap?” kata Faisal menanyakan kondisi kami “Sebelum kita summit attack, alangkah
baiknya kita berdoa terlebih dahulu, berdoa mulai............................selesai”
Waktu menunjukkan pukul 3 pagi,
kami berempat pun mulai berjalan menuju puncak Gede. Bebekal headlamp dan penerangan seadanya kami
berempat menembus gelapnya hutan dengan harapan dapat melihat matahari terbit
di puncak Gunung Gede. Aku nyalakan MP3 player dan mulai ku putar lagu-lagu
dari Kla Project dan Katon Bagaskara. Entah mengapa lagu-lagu itu begitu
menyentuh di tengah suasana alam yang syahdu ini.
Aku berjalan paling belakang,
Marisa, Adit dan Faisal berjalan di depanku. Dua setengah jam berlalu, jalanan
semakin terjal menanjak, dan perlahan puncak pun sudah mulai terlihat. Di ufuk
timur semburat jingga mulai nampak, menandakan mentari pagi sebentar lagi
muncul menerangi bumi. Masih dengan Headset
di telinga, aku terus bersenandung
sebuah lagu dari Katon Bagaskara “Negeri di Awan”. Sedang ku lihat Adit, Faisal
dan Marisa nampak asik berbincang.
Sesaat kulihat mereka bertiga
sudah menginjakkan kaki di puncak, aku pun masih berjalan santai di belakang
sambil terus bersenandung. Playlist pun
berganti lagu “Dinda Dimana”. Aku pun terbawa suasana hingga tanpa aku sadari
aku bernyanyi begitu keras.
“Diiinndaaa di mana kah kau beradaa!!”
“Aku ada di belakang!!!”
Aku pun terkejut dan tidak
melanjutkan nyanyianku. Aku berhenti melangkah dan melepas Headset yang sedang ku pakai. Sambil menoleh ke belekang, aku melihat
seorang perempuan dengan jilbab biru membawa tas keril berwarna merah. Ya, itu
perempuan yang ku temui tadi sore di Pos Telaga Biru.
Gadis itu kemudian mengarahkan
sorot headlamp nya ke wajahku. Sesaat
kami saling berpandang, mata kami saling bertemu. Tak sepatah kataku terucap
dari mulut kami dan diapun nampak tersipu malu, sambil berkata.
“Maaf mas aku kira mas tadi manggil saya” katanya malu-malu.
“Haduuh, harusnya aku yang minta maaf gara-gara nyanyi terlalu keras
sampai nggak tau ada orang di belakang” Jawabku yang juga terlanjur tengsin
“Oia kenalin namaku Rizal” Aku pun meberanikan diri mengajaknya
kenalan.
“Namaku.... Dinda.........”
wah namanya beneran dindaa... hahahahahahaha
ReplyDeleteini cerita beneran kan? kok kayak fiksi ya?
bukan pengalaman probadi sih mbak, tapi memang base from true story,hihi..
Deletehaha, bisa pas gitu namanya dinda.
ReplyDeletebtw suka sama lagu ituu :p
waah gak tau juga yaa,,memang udah jodoh kali,hehe :p
Deletega tau harus komen apa.. saya pengen naik gunung juga..
ReplyDeleteayooo...
Deletekapan kita kemana??
hahaha....
ReplyDeleteciyeee
pas banget ya...
mantab2 :P
segala sesuatu itu penuh dengan kebetulan,,kadang jodoh kita pun adalah orang yg kebetulan ketemu,hehe
Deletekisah dari green ranger yang sungguh manis....dari nyanyi bisa kenalan ..luarbiasa :-)
ReplyDeleteGede-Pangrango memang selalu menyisakan kanangan manis :))
Deletewow.. manis.. indah.. berkesan sekali,,hehehe.
ReplyDeletemakasih ya sudah berkunjung ke blogku,sudah ku follow ya blognya mas.. :)
ada-ada saja ya cara ketemunya,hehe :p
Deletemakasih juga sudah berkunjung,,maksih juga udah follow, nanti di folbek deh :))
Ciye ciyeeee,,, ketemu sama Dinda yahh??
ReplyDeleteWaahh,, kalo ga salah jalan ke gunung gede pangrango sama kan dengan jalan ke air terjun cibeureum itu? Aku suka berjalan di jembatan kayunya, rumputnya udah tinggi-tinggi banget yah, waktu aku dulu masih jarang-jarang.
Aku ada rencana ke Bromo, mau gabung mas bro?
iyaa memenag jembatan kayu rawa gayonggong punya kesan tersendiri..
Deletetergantung musim jg, kalau hujan yan rumputnya tinggi2 mbak :))
wah sayang sekali aku baru saja dari Bromo :D
:D jodoh..
ReplyDeletesaya juga pernah ke cibodas jama sma...
Amiiin..:D
Deletetapi itu bukan aku kok, serius deh :D
kok "chal" ? siapa chal?? kan adanya faisal, adit, rizal, dan marisa.. kenapa jadi chal??
ReplyDeletekisah ini hanya fiktif belaka,,mohon dimaklumi jka ada kesamaan nama tokoh lokasi dan kesamaan cerita,hehe :p
Deletewiiiiii, asik nih kalau pengalaman travelling bisa jadi inspirasi untuk bikin cerpen kayak gini hehe. Dikembangin lagi deh mas, siapa tau bisa jadi novel yang diangkat jadi film kayak tujuh senti eh lima senti itutuh :D
ReplyDeletentar deh aku bikin novel 5 watt yaa..
Deletekarena head lamp aku lampunya cuman 5 watt jadi remang-remang,hehe :p
dindaaaa... visualisasiku, kalau perempuan yang pakai kerudung biru itu memang cantik :)
ReplyDeletehihiy kak Rizki.. wkwkwk
aku malah gak tau cantiknya seperti apa,hehe..
Deletesoalnya bukan pengalaman pribadi sih :p
ya.. gambarka saja bahwa perempuan berkerudung biru itu adalah seorang perempuan cantik dan tangguh.
DeleteDindaaa.. dimana kau beradaaa... #laluterusbernyanyi
wah...lucu endingnya :)) keren ceritanya..
ReplyDeleterasanya sedikit menikmati pendakian walau cuma baca.
makaasih :))
Deleteselalu ada cerita menarik di balik sebuah pendakian :))
Cieeee cieeeeee... Jadi gitu ceritanya ketemuan sama Dinda nyaaa.. *ehh
ReplyDeleteAku terharu baca setiap rangkaian kata di postingan ini. Mungkin memang sekarang lagi bener-bener kangen sama gunung, sekalipun yah belum bisa terobati juga kangen itu.
Tapi aku menikmati setiap kisah yang tertuang disini. Terimakasih ya. Ditunggu lanjutan ceritanya tentang Dinda :)
Haha,,mbak arma bisa aja,,itu bukan aku kok mbak,,base from true story nya temen sesama pendaki,hehe :p
Deletewah harus nyobain lagi sama suami dan anak atuh mbak, biar tambah prikitiuuw,hehehe :p
Wahaha.. pengennya begitu. Tapiii kayaknya lama juga kalo musti nunggu itu. Hemmmm... Iyasudah, ntar malah curhat jadinya. Hehe..
DeleteAnyway, jembatan kayunya ngingetin yang di Semeru, kan ada jembatan kayu juga disana, walopun gak panjang banget. :D
blognya keren bangeeeeettt!! anak gunung banget yaaaa!! kapan aku bisa naik gunung kek gitu ya. how wonderful life you have Rizky! :D
ReplyDeleteterbawa suasananya kak baca cerita ini :) kerennn dehh kakk
ReplyDeletenampaknya dirimu ini emang romantis yah,, pasti Dinda seneng baca postingan ini.
ReplyDeleteehh ya, sekarang Marisa udah gak sendiri lg dunk klo summit bareng kalian, kan udh ada Dinda jg kan sekarang ;)